Lihat saja bagaimana repotnya Abdul Wakhid, peternak bebek rambon (Ras Masyarakat Cirebon) menghadapi tingginya permintaan bebek potong. “Di Jakarta saja pernah ada yang meminta 1.000 ekor per hari atau 7.000 ekor bebek per minggu siap potong,” ujarnya. Tak mau ambil pusing, akhirnya pria asal Cirebon ini memasokDOD (Day Old Duck/bebek umur sehari) jantan saja. Pasokan ke ibukota ini pun hanya mampu mencapai5.000 DOD per minggu.
Sementara itu peta jalan perbibitan2010 menunjukkan, tahun lalu permintaan nasional daging itik mencapai 16,2 ribu ton, sedangkan produksinya hanya 9,6 ribu ton daging. “Akibatnya terjadi ketimpangan sebesar 6,6 ribu ton, padahal permintaan daging bebek terus meningkat tiap tahunnya,” ujar Direktur Perbibitan Ternak – Direktorat Jendral Peternakan Kementerian Pertanian, Abubakar ketika ditemui.
Celakanya, tingginya permintaan daging bebek di tanah air membuat sebagian peternak mengambil jalan pintas. Tak sedikit diantara mereka yang biasanya menjual bebek jantan atau betina afkiran, kini mulai menjual jantan muda hingga bebek betina produktif. Padahal, bebek betina produktif seharusnya diperuntukkan bagi keberlangsungan pembibitan bebek. Kondisi ini tak pelak memunculkan kekhawatiran bakal terkurasnya populasi bebek suatu hari nanti.
Tapi yang aneh, data statistik peternakan 2009 justru menyebutkan, populasi bebek mengalami kenaikan. Dari 39.839.520 ekor di 2008 menjadi 42.090.110 ekor di 2009. Jika angka itu benar, ditambah dengan berbagai jenis bebek lokal yang ada di Indonesia, seharusnya kebutuhan daging bebek di dalam negeri sudah bisa terpenuhi. Faktanya, kecukupan daging bebek masih saja dirasa kurang.
Bebek Unggulan Hasil Peneliti
Lepas dari persoalan cukup dan kurang itu, setidaknya ada kabar yang sedikit melegakan. Upaya pemuliaan genetik demi mendapatkan bebek dengan tingkat produktivitas tinggi telah dilakukan. Akademisi dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Rukmiasih mengakui, genetik bebek masih rendah belum seperti ayam ras.
Tak cuma itu, menurutnya, konsumsi pakan juga masih tinggi sehingga perlu dilakukan pemuliaan atau perbaikan genetik bebek. Karena itu sejak dulu para peneliti sudah mulai mengembangkan penelitian yang diarahkan ke bebek tipe pedaging sehingga mampu mensubtitusi kebutuhan bebek potong.
Rukmiasih mengatakan, dirinya bersama Prof Peny S Hardjosworo serta rekan-rekan peneliti lainnya telah mengembangkan bebek persilangan yang mereka sebut tiktok. Tiktok adalah hasil persilangan antara itik dan entok. Yaitu antara bebek lokal betina dan entok jantan, sehingga diharapkan akan menghasilkan anakan dengan daging yang banyak dan produksi telur yang bagus.Tiktok dikhususkan ke pedaging. “Dia bisa dibilang hasil persilangan yang unggul,” ujar dosen yang akrab disapa Asih ini.
Tetapi, lanjut Asih, kendalanya adalah masalah fertilitas (tingkat kesuburan). Jika itik dan entok ini dikawinkan secara alami maka fertilitasnya cuma 30 %, sedangkan jika menggunakan Inseminasi Buatan (IB) maka fertilitas bisa sampai 70 %, tapi daya tetasnya masih rendah. Setelah mendapatkan tantangan tersebut, sayangnya penelitian bebek tiktok tidak dilanjutkan karena kendala pendanaan penelitian.
Malahan saat ini sudah mulai dilakukan penelitian persilangan bebek jenis yang lain. “Saat ini kita juga sedang menyilangkan jenis bebek cihateup dari Cianjur dengan bebek lokal yang juga diarahkan ke pedaging,”ungkap Asih yang enggan bercerita lebih detail karena masih dalam proses penelitian.
Upaya pemuliaan genetik juga dilakukan Peneliti Balai Besar Penelitian Ternak, L Hardi Prasetyo. Tetapi usaha ini lebih mengarah ke bebek petelur. Yaitu persilangan antar ternak yang memiliki keunggulan atau mewarisi sifat unggul yang dimiliki induknya atau lebih dikenal dengan sebutan bebek hibrida.
Awalnya Hardi menyilangkan bebek mojosari betina dan alabio jantan dengan hasil akhir bebek MA. Sifat unggul yang dimiliki bebek mojosari adalah produksi telurnya rata-rata 200 – 220 butir per ekor per tahun dengan berat rata-rata 65 – 70 gram (itik lokal hanya berproduksi telur sekitar 188 butir per tahun). Sementara bebek alabio dapat menghasilkan telur rata-rata 270 butir per ekor per tahunnya. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki oleh itik mojosari dan alabio, maka tak heran kalau itik ini menjadi objek uji coba untuk pengembangan itik lokal.
Selengkapnya baca di Majalah TROBOS edisi Agustus 2011