Olahan Bebek Ala Minang

Daging itik/bebek termasuk bahan pangan hewani yang lezat, dan karena itu digemari banyak orang. Lihat saja, warung-warung tenda yang menyajikan menu bebek goreng atau bebek bakar, nyaris selalu ramai diserbu pengunjung. ”Dagingnya memang agak alot, tapi gurih,” komentar seorang penggemar bebek goreng, yang biasa menyantap makanan kegemarannya di salah satu warung tenda di Jalan Margonda, Depok.

Kalau selama inipun Anda termasuk penggemar bebek goreng, tak ada salahnya Anda mencicipi olahan bebek yang lain. Tahukah Anda, Ranah Minang juga punya olahan bebek yang lezat lho. Jangan khawatir, Anda tak perlu jauh-jauh terbang ke Sumatera Barat untuk menikmatinya. Anda yang kebetulan tinggal di Jakarta dan sekitarnya, bisa mencicipinya di sejumlah restoran atau rumah makan Padang yang tersebar di Jakarta. Salah satunya, restoran Canaro di Jl Panglima Polim IX Jakarta Selatan.

Ada dua olahan dari bebek yang menjadi unggulan restoran ini yaitu gulai bebek cabai hijau dan rendang bebek. ”Gulai bebek cabai hijau memang favorit pengunjung kami. Sampai-sampai, orang dari Depok kalau mau cari gulai bebek cabai hijau, ya kemari,” kata Ridwan, juru masak restoran ini.

Orang Minang, mengenal gulai bebek dan rendang bebek sebagai masakan khas Bukittinggi. Tak heran, Ridwan yang memang asli Bukittinggi, sangat terampil mengolah masakan ini. ”Di sana (Bukittinggi), gulai bebek cabai hijau atau rendang bebek selalu hadir pada saat-saat istimewa seperti acara pernikahan, sunatan, pemilihan datuk, dan acara-acara lainnya,” cerita Ridwan. Walau begitu, bukan berarti ketika tak ada perayaan, masyarakat Bukitinggi tak pernah mengolah masakan ini. ”Kapan saja, orang bisa membuat masakan ini.”

Dibanding daging ayam, daging bebek memang relatif lebih alot. Begitu pun aromanya, konon lebih amis. Namun dengan teknik pengolahan yang tepat, daging bebek pun bisa tampil sebagai sajian yang empuk dengan cita rasa yang menggoda.

Untuk mendapatkan olahan bebek yang prima seperti itu, memang perlu sedikit usaha. Upaya itu dimulai dari pemilihan bebek. Sebaiknya pilih bebek yang tidak terlalu tua, juga tidak terlalu muda. ”Bebek yang terlalu tua dagingnya sangat alot, sementara yang terlalu muda, dagingnya sedikit,” kata Ridwan. Upaya berikutnya adalah membersihkan bebek. Ridwan biasa mendapatkan bebek yang sudah dibuang bulunya dari pemasok. Bebek ini tidak langsung dipoong-potong lalu dicuci. Ridwan, sang juru masak di restoran Canaro, biasa membakar terlebih dahulu bebek itu di atas bara api sampai berminyak. ”Sembari dibakar, sambil kita membersihkan bulu-bulu yang masih tertinggal. Membersihkannya pakai daun pisang. Selain bersih, juga supaya aromanya sedap,” kata lajang berusia 34 tahun ini.

Setelah tak ada lagi sisa bulu yang tertinggal, barulah bebek dipotong-potong sesuai selera (biasanya satu ekor bebek dipotong-potong menjadi 5-6 bagian), dilumuri dengan cuka atau jeruk nipis, lalu cuci sampai bersih. Bebek pun siap diolah (resep lihat dalam boks).

Untuk membuat gulai bebek cabai hijau, digunakan aneka bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabai hijau, jahe, kunyit, yang ditumbuk lumayan halus. Mungkin, ada di antara kita, dengan alasan kepraktisan, lebih suka membuat bumbu halus dengan cara diblender. Namun, jika Anda hendak mencoba membuat gulai bebek khas Bukittinggi ini, sebaiknya tidak menghaluskan bumbu dengan piranti elektronik itu. Mengapa?

Menurut Ridwan, kalau diblender, bumbunya terlalu hancur sehingga aroma khas dari cabai dan aneka rempah-rempah itu malah kurang terasa. ”Karena itu, saya senang yang alami, pakai tumbukan dari batu. Cara seperti ini pula yang diajarkan para sesepuh saya di Bukittinggi,” kata pria yang pernah menjadi juru masak di sejumlah restoran Padang ini. Lalu, seberapa halus bumbu itu ditumbuk? ”Paling tidak sampai biji cabainya tidak kelihatan lagi,” kata Ridwan mengingatkan.

Mengolah bebek cabai hijau, sambung Ridwan, butuh waktu lumayan lama, sekitar dua jam. Anda tak sabar memasak selama itu? Ingat lho, sebaiknya Anda tak mengambil ‘jalan pintas’ dengan menggunakan panci tekan (pressure cooker). Ridwan bilang, memasak bebek dengan panci tekan akan membuat daging bebek terlalu lunak (malah, bisa-bisa hancur). Cita rasanya juga kurang sedap.

Satu hal lagi yang diingatkan oleh Ridwan adalah, ketika mengolah bebek selama sekitar dua jam itu, gunakanlah api kecil. Dalam dunia kuliner, inilah yang disebut memasak dengan teknik simmering. Ridwan mengaku, selalu menerapkan teknik ini setiap kali membuat gulai, rendang, juga membuat bebek cabai hijau ini. ”Dengan api kecil, bumbu lebih meresap, daging bebeknya pun menjadi empuk. Kalau dimasak dengan api besar, bumbunya saja yang matang, tapi dagingnya nggak empuk.”

Nah, dengan cara memasak seperti ini, gulai bebek cabai hijau olahan Ridwan bisa tahan satu minggu tanpa masuk kulkas. Rasanya? Tentu saja lezat. Bagaimana pula dengan rendang bebek? Sajian inipun termasuk salah satu sajian favorit di restoran milik Drs Arslan Soekoen ini. Cara membuatnya, tak beda dengan ketika kita membuat rendang daging. Hanya saja, mengolah rendang bebek, cuma butuh waktu sekitar dua jam, sementara rendang daging sapi sekitar empat jam.

Hal lain yang membedakan rendang bebek dengan rendang daging adalah dalam penggunaan santan. Pada rendang daging, digunakan santan kental berikut santan encernya. Namun, pada rendang bebek, yang digunakan adalah kepala santan. Bagaimana cara mendapatkan kepala santan ini? ”Santan yng baru diperas, didiamkan sekitar 15 menit. Lalu bagian putih yang terdapat di bagian paling atas santan itu, kita ambil untuk memasak. Sedangkan cairan encer dan bening yang ada di bawahnya tidak kita gunakan,” terang Ridwan. Anda tertarik membuat rendang bebek? Jika begitu, simak resepnya dalam boks. Selamat mencoba!
(Dari berbagai sumber-wd13102011)