Tepung Bulu : Nilai Kecernaan Rendah, Perlu Proses Enzimatis

Berdasarkan estimasi beberapa sumber, produksi broiler 2012 mencapai setidaknya 1,5 miliar ekor. Dan dengan asumsi limbah bulu hasil pemotongan sekitar 4 – 5 % bobot hidup dan rata-rata bobot panen 1,6 kg, maka diperkirakan total limbah bulu ayam tahun ini dari broilersaja lebih dari 100 ribu ton.

Menurut ahli nutrisi ternak dari Balai Penelitian Ternak, Prof Budi Tangendjaja, bulu ayam ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan karena mengandung protein yang tinggi, hingga 85%. Sayangnya, protein asal bulu yang biasa disebut keratin ini nilai kecernaannya rendah, hanya 10–15%.

Pengolahan
Dalam praktiknya, pengolahan bulu ayam menjadi tepung sudah dilakukan dengan berbagai macam metode. Antara lain melalui perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan; secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa; secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme; dan kombinasi ketiga metode tersebut. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kecernaan protein yang rendah.

Dan Budi menuturkan, saat ini pengolahan tepung bulu ayam lebih banyak memanfaatkan asam alkali. “Karena proses reaksi kimia ini bisa menghasilkan nilai cerna sampai 75%,” jelasnya. Proses kimiawi ini memiliki keunggulan biaya yang relatif murah dan lebih cepat, tetapi kelemahannya terletak pada asam amino keratin yang tidak seimbang.

Suaedi Sunanto – Manajer PT DSM Nutritional Products Indonesiamenambahkan penjelasan, dalam proses kimia, asam dan basa kuat bereaksi dengan semua gugus protein, memecah semua gugus protein. Ini berbeda dengan proses enzimatis. Enzim keratinase yang digunakan, bekerja secara spesifik dan tidak bereaksi dengan gugus lain. “Tapi kelemahannya, biaya yang diperlukan lebih mahal karena harus direaksikan pada kondisi tereaksi atau reaktor yang harus terkontrol,” ujarnya.

Suaedi melanjutkan, proses enzimatis akan menghasilkan produk dengan kecernaan protein bagus. Peningkatan kecernaan dari enzimatis tergantung bagus tidaknya reaktor, dengan peningkatan kecernaan biasanya mencapai 50-60%.

Selain itu, enzim umumnya tidak diproduksi massal sehingga menyebabkan harga produk akan semakin mahal. Alhasil, tidak kompetitif dengan bahan baku konvensional, seperti tepung ikan dan bungkil kedelai.

Berbeda dengan pandangan Budi, menurut pengamatan Suaedi, pengolahan tepung bulu ayam masih lebih banyak dilakukan secara fisik. Padahal, cara ini hanya mampu menaikkan nilai kecernaan 5-10% dari kecernaan semula. Dia mengatakan, fokus pengolahannya hanya mengubah bentuk menjadi tepung sehingga mudah untuk dikonsumsi ternak.

Target Pakan
Secara teknis, penambahan tepung bulu dalam pakan maksimal 3%. Suaedi memisalkan, tambahan 3% tepung bulu ayam dengan kadar protein 65% akan memberikan 2% protein tambahan pada pakan utama. Dan dia mengatakan, hal ini sesuai target peternak yang hanya membutuhkan tambahan protein 1-1,5% untuk formulasi pakan.

Dalam penggunaannya, Suaedi menyarankan lebih baik diberikan pada ayam periode pembesaran. Pasalnya di fase ini, sistem fisiologis sudah berkembang sehingga ayam sudah mampu beradaptasi dengan dinamika kondisi, menghadapi kondisi ekstrim.

Selengkapnya baca di majalah Trobos edisi Juni 2012
(Sumber : trobos.com)